Bojonegoro.com – Jatuhnya harga porang di kisaran Rp 5.000 membuat para petani porang di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur menunda panen umbi tanaman asli hutan di tahun ini. Rendahnya serapan pasar hingga permainan tengkulak ditengarai menjadi penyebabnya.
Pengurus Lembaga Masyarakat Desa (LMDH) Wana Abadi Desa Dander, Zainal Arifin mengungkapkan, bahwa harga umbi porang jatuh di kisaran harga Rp 5.000 per Kilogram (Kg) pada tahun ini. Jauh dibawah harga pada tahun sebelumnya yang mencapai Rp. 14.000 per Kg. Tetapi, ia menilai hal tersebut merupakan hal yang wajar untuk komoditas apapun.
“Saya kira, komoditas apapun wajar ya naik turun,” katanya kepada Bojonegoro.com, Jum’at, 01/10/2021.
Menurut Zainal, penjualan umbi porang pada rentang harga Rp 8.000 – Rp 10.000 sudah ada keuntungan untuk petani. Lonjakan harga pada tahun 2020 yang sempat mencapai Rp 15.000 dinilai sebagai keuntungan yang luar biasa.
Sedangkan umbi porang yang sempat jatuh sampai di titik harga Rp. 5.000 ia belum bisa mengatakan petani berada pada kerugian. Disebabkan, strategi petani porang dalam memperoleh keuntungan berbeda-beda.
Metode yang digunakan pun dua macam, ada metode konvensional dan metode modern. Sehingga dari jatuhnya harga saja belum bisa dikatakan secara langsung, petani porang dalam keadaan rugi atau tidak.
“Yang jelas, rata-rata petani porang menahan atau menunda panen umbi porang,” ujarnya.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Seksi (Kasi) Tanaman Pangan, Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kabupaten Bojonegoro, Ida Yuliastuti mengatakan, bahwa memang ada permasalahan penurunan harga porang.
“Penurunan ini merupakan dampak dari tidak terserapnya porang oleh para investor, dan perusahaan-perusahaan pengolah porang. Lalu diduga ada juga permainan harga oleh para tengkulak,” terangnya.
Luasan lahan porang, kata Ida, ada sekira 900an Hektar terpusat dominan di wilayah selatan Kabupaten Bojonegoro. Setidaknya diperkirakan berada pada tanah persil milik Perhutani dari tujuh Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) berdekatan.

Ida yuliastuti, Kasi tanaman pangan Dinas ketahanan pangan dan pertanian Bojonegoro.
Disinggung mengenai bantuan dari Pemerintah Kabupaten Bojonegoro pada pertanian porang, Ida mengaku sampai hari ini belum ada. Diperkirakan masih berkaitan dengan adanya efisiensi anggaran untuk penanganan Covid-19.
“Kalau bantuan belum ada, tapi dulu pernah ada anggaran demplot. Sampai kemudian ada efisiensi anggaran. Wacana kedepan, ada kemungkinan didirikan pabrik pengolahan porang di Bojonegoro,” pungkasnya.(*)
