Bojonegoro.com – Kreatifitas Pasi dan Susi Liniswati, pasangan suami istri asal Dusun Gangsalan, Desa Kalitidu, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur ini kiranya patut untuk diteladani. Kareja kejelian dan Semangatnya mampu memanfaatkan bambu lokal jenis bambu apus, dari semula tak bernilai hingga mampu bernilai ekonomi tinggi. Oleh Pasi Bambu di buat kerajinan menjadi segala macam jenis wadah makanan, Dengan keuletan dan kegigihannya kini Omzet yang raup cukup tinggi, yakni mencapai Rp 8 Juta per Bulan.
Siang itu begitu terik. Namun di bawah atap emperan rumah, tampak seorang pria tengah membuat irat bambu seolah tak peduli panasnya cuaca. Terlihat gurat kegigihan dari wajahnya, namun gurat itu segera terbalut senyum ramah, saat mempersilakan awak media di kediamannya. Pasi, demikian ia menyebut nama sejak ia dilahirkan 43 tahun lalu.
Berbagai jenis kerajinan anyaman bambu hasil kreasi Pasi tampak penuh dalam rumahnya yang besarnya tak seberapa. Beberapa sertifikat dari operator ladang minyak Banyu Urip, ExxonMobile Cepu Limited (EMCL) terekspos berderet di dinding rumah.
“Sebelum punya usaha kerajinan anyaman bambu apus ini, terus terang usaha kami aneka camilan macet total. Sampai tak bisa bayar angsuran ke Bank satu bulan,” katanya mengawali perbincangan, Sabtu 18/09/2021.
Terdampak langsung pandemi Covid-19 membuat usaha makanan ringan yang dikelola bersama istrinya berangsur sepi. Padahal tanggungan kredit usaha yang harus dibayarnya tidak sedikit. Belum lagi asap dapur yang diwajibkan tetap mengepul setiap hari.
Saat berupaya memecahkan persolan yang ia hadapi, Pasi teringat ada imbauan pengurangan sampah plastik. Langkahnya kemudian adalah menyurvei pasar, untuk menemukan barang kebutuhan berbahan plastik yang paling dibutuhkan dan laku keras di pasaran, tetapi tidak terdampak pandemi.
Saat itu ia melihat wadah makanan berbahan plastik yang biasa untuk acara selamatan terlihat mendominasi di berbagai pasar tradisional. Pasi paham betul, di daerahnya banyak pohon bambu yang terhitung berharga murah. Hanya Rp. 10.000 untuk tiga batang bambu apus. Dimana dari bambu lokal itu ia bisa membuatnya menjadi berbagai barang pengganti wadah plastik.
“Sejak itu saya membuat kerajinan anyaman bambu. Namun belum sempat laku banyak, tanggal angsuran bank sudah lewat jatuh tempo,” kenangnya.
Menyadari bahwa meminta petugas bank agar maklum pada keadaan yang dialaminya bukan sesuatu yang mudah dan tak merubah keadaan, istri Pasi, Susi Liniswati berinisiatif mencoba memposting karya suaminya ke media sosial (medsos).
“Waktu itu saya sempat bingung, khawatir kalau dapat pesanan banyak bagaimana cara memenuhinya,” ujarnya.
Ternyata benar, tak lama setelah produk kerajinan yang dibuatnya diunggah di medsos, pesanan dalam jumlah besar masuk melalui nomor Whatssapp Pasi.
Sehabis lebaran Qurban tahun lalu, pria dikaruniai dua putra ini mendapat pesanan dari Gresik, sebanyak 11.000 besek. Ditambah ada 2.000 permintaan keranjang buah. Total 13.000 pesanan ia dapatkan. Untuk bisa memenuhi pesanan sesuai tenggat waktu, Pasi mengajak tiga ibu rumah tangga membantu mengerjakan besek anyaman bambu.
“Alhamdulillah bisa buat bayar angsuran Bank,” ucapnya dengan mimik wajah berbinar-binar.
Hoki itu masih berpihak kepada Pasi hingga hari ini. Pesanan mengalir deras. Dari setiap tiga batang bambu apus seharga Rp. 10.000, setelah di irat, Pasi bisa menghasilkan 80 pasang besek tape. Satu besek tape ia jual seharga Rp. 4.000. Artinya, Pasi mampu meningkatkan nilai bambu apus menjadi 3.200 persen dari nilai awal.
“Dari modal Rp. 10.000 itu nilai bambu bisa naik menjadi Rp. 320.000,” terangnya.
Kini, Pasi tak hanya membuat besek, tumbu, tampah, dan rinjing saja. Produk kerajinan lain juga mampu ia hasilkan. Pun produk bernilai seni yang menampilkan sisi keindahan. Mulai gelas bambu, tempat tissue, vas dan pot bunga serta tas parcel. Dipasangnya pula merk dagang Bodronoyo untuk buah tangannya.
Dari seluruh jenis produk buatannya, Pasi mengaku meraih omzet sekira Rp. 7-8 Juta per bulan. Dengan strategi pemasaran secara online yang dikelola sang istri, keuntungan bersih rerata didapatnya sekira Rp. 2,7 Juta per bulan. Bahkan, Sertifikat GMB (Google Map Bussines) berhasil direngkuh Susi sebagai jejak suksesnya menggunakan pemasaran digital.
Naiknya jumlah pesanan, menimbulkan dua kendala yang harus dipecahkan oleh Pasi. Pertama yaitu perlunya mesin irat. Yang kedua adalah jumlah tenaga perajin. Kebanyakan, kata Pasi, para perajin malas saat mengirat bambu. Karena butuh waktu lama. Sehingga tak banyak perajin bersedia untuk mendukung pesanan dalam jumlah besar.
“Harapan saya kedepan, bisa membeli mesin irat. Karena yang paling lama adalah saat mengirat bambunya. Kalau punya mesin irat kan bisa lebih cepat,” pungkasnya.()
