Bojonegoro.com – Bonsai menjadi salah satu tanaman indah untuk menghiasi rumah. Melintasi gang sempit di sekitar Kota Bojonegoro banyak tanaman kecil dengan akarnya yang indah berjejer rapi. Sebuah pondok dari anyaman berdiri kokoh di tengahnya dengan hiasan lukisan bonsai hasil dari teman-teman perajin bonsai pula. Serta pot-pot berukuran kecil dengan tanaman-tanaman mungil yang dibuat bonsai.
Bonsai-bonsai di pekarangan sekitar Bengkel Bonsai sebagian sedang menguncup kembangnya dan sebagian belum mekar. Akar-akar dari bonsai bergelung indah di dalam pot. Ada pula yang sengaja dibentuk menggunakan kawat agar rupa bonsai menjadi lebih sedap di pandang.
Adalah Mukidi, Pemiliki Bengkel Bonsai di Gang Sawahan, Kelurahan Sumbang, Kabupaten Bojonegoro.
“Nama Mukidi adalah nama untuk berkarya,”semacam identitas seniman ucap pria berkumis ini, saya lebih ingin dikenal dengan nama Mukidi ketika berbicara mengenai bonsai, tuturnya.
Sejak 2005, Mukidi sudah memiliki ketertarikan di dunia Bonsai. Namun, baru 2017 pria bertempat tinggal di Kelurahan Sumbang itu merintis bonsai dengan serius. Sementara baru dua tahun ini, rupa pondok yang lebih dikenal Bengkel Bonsai itu berdiri.
Mukidi juga salah seorang penggagas terbentuknya Kelompok Sinau Bonsai di Bojonegoro. Kelompok itu terdiri dari 126 orang yang merupakan pegiat bonsai. Wadah itu merupakan media teman-teman pegiat bonsai untuk berkarya sambil belajar mengenai bonsai.
“Kami sedang membangun pasar di Bojonegoro. Jadi, saat ini sedang menghidupkan tagar Bojonegoro Berbonsai. Kami ingin memperkuat ekonomi kreatif di Bojonegoro. Jika orang-orang ingin berkunjung ke Bojonegoro, Bengkel Bonsai bisa menjadi salah satu jujukan,” ucap Mukidi dengan penuh semangat.
Selain itu, mereka yang tergabung dalam Kelompok Sinau Bonsai juga saling support satu sama lain. Kata Mukidi, jika ada pembeli yang menginginkan koleksi lain, dia juga tak segan untuk merekomendasikan bonsai milik teman-teman yang lain.
Koleksi Mukidi kini kurang lebih 1.000 tanaman. Tidak hanya bonsai yang sudah jadi saja, tapi juga bonsai yang masih dalam pembibitan. Sementara untuk koleksi bonsai yang digemari Mukidi, tak lain adalah tanaman endemik yang banyak dijumpai di kawasan hutan di Bojonegoro seperti Serut, Loa, dan Trenggulun.
Sambil menyesap kopi hitam, Mukidi mengatakan bonsai itu tidak mahal, yang mahal adalah bonsai yang memiliki karakter khusus. Ada empat karakter khusus yang menjadikan bonsai mahal yaitu gerak dasar bonsai, keseimbangan, kematangan dan penjiwaan.
“Penjiwaan yang paling sulit karena membuat bonsai harus menurunkan ego. Artinya, kita sebagai manusia tidak memaksakan kehendak pada bonsai. Bukan soal pokoknya ingin arah bentuk ke sana atau sini, tapi lebih menuruti keinginan bonsai itu sendiri,” tutur Mukidi.
Ada kriteria sendiri mengenai tanaman yang bisa dibentuk menjadi bonsai. Sambil memperlihatkan tanaman bonsai Sakura Mikro, Mukidi menjelaskan kriteria tanaman yang bisa dibentuk bonsai haruslah berbatang keras, lalu berdaun kecil dan tahan banting.
Untuk harga bonsai dari tangan Mukidi, pria berkulit sawo matang itu mengatakan beragam karena ukuran bonsai sendiri terbagi ke beberapa kelas.
“Kalau bonsai yang masih di polybag, harganya Rp 5 ribu sampai Rp 25 ribu. Kalau sudah di pot dari Rp 25 ribu sampai Rp 100 ribu. Bonsai yang sudah berumur 5 tahun ke atas harganya juga beragam. Saya pernah jual sampai harga Rp 25 juta,” papar Mukidi.
Pembeli bonsai di Bengkel Bonsai Mukidi sudah merambah ke luar kota. Mukidi mengatakan, dia pernah kedatangan pembeli dari Bekasi, Indramayu dan Cilegon. Selain itu, Mukidi juga dengan senang hati jika ada warga Bojonegoro yang ingin belajar bonsai. Katanya, belajar bersamanya tidak dipungut biaya.
“Nanti tanggal 30 Mei kita mengadakan sinau bareng lagi di Bengkel Bonsai. Jadwal rutinnya sekali sebulan setiap hari minggu di akhir bulan. Jika ada teman-teman di Bojonegoro yang ingin belajar, bisa langsung datang ke Bengkel Bonsai,” tuturnya.
