Bojonegoro,Perahu masih menjadi alat transportasi pilihan bagi sebagian warga Bojonegoro terutama warga di wilayah utara Bengawan.
Warga Desa Sranak, Banjarsari, Mori Kecamatan Trucuk, dan sekitarnya misalnya masih mengandalkan perahu sebagai alat transportasi saat akan berpergian ke Kota.
Tambangan Banjarsari, tambangan yang letaknya ada di desa Banjarsari, adalah tambangan yang terbilang ramai.
Warganya lebih sering menggunakan perahu sebagai alat transportasi saat akan pergi ke pasar atau ke sekolah dari pada melewati jembatan Kalikethek karena mesti berputar yang otomatis jarak tempuhnya lebih jauh.
Sutrisno (60 Thn) Tukang tambang perahu asal Banjarsari mengaku sudah 37 tahun menjadi juru mudi perahu tambangan.
Bersama keponakannya Aris yang membantunya mengemudikan perahu, setiap harinya Sutrisno masih setia menggeluti pekerjaannya ini.
Hanya dengan membayar seribu rupiah kita bisa menyeberang dengan naik perahu.
Warga yang mengunakan sarana transportasi perahu untuk menyeberang kebanyakan ibu-ibu yang akan pergi kepasar dan anak sekolah.
Mereka pulang dan pergi menyeberang naik perahu saya, jelasnya.
Sebelum ada Virus Corona penghasilan saya lumayan mas, Alhamdulilah bisa buat makan sehari hari dan menabung sedikit-dikit, Karena pandemi, anak sekolah kan diliburkan otomatis penghasilan saya berkurang.
Semoga Virusnya segera hilang ya mas, harap Trisno saat ditemui awak media di atas perahunya.
Di sepanjang Bengawan, terbentang dari Kecamatan Margomulyo hingga kecamatan Baureno terdapat ratusan tambangan penyeberangan.
Kang Zen pemerhati budaya Bojonegoro, menjelaskan sebelum perahu menggunakan mesin diesel seperti yang kita lihat saat ini, tambang adalah alat bantu untuk penyeberangan perahu di jaman dahulu.
Itulahkenapa ada istilah tambangan yang kita kenal sekarang ini.
Asal kata tambangan dari kata tambang.
Tambang adalah tali panjang yang terbuat dari kulit pohon Waru , Dahulu, perahu yang menyeberang,alat bantunya memakai tali tambang yang dibentangkan melintas Bengawan, dengan cara meniti tali tambang juri mudi perahu melajukan perahu melintasi Bengawan.
Maka orang menyebutnya Tambangan tempat dimana tambang dan perahu berasa untuk sarana penyeberangan, dan sebutan itu masih ada hingga saat ini.
Lebih lanjut Kang Zen menjelaskan, Tambangan di ujung paling barat, tepatnya di Kecamatan Margomulyo terdapat tambangan Kalangan, di desa kalangan kecamatan Margomulyo dan di ujung paling Timur ada tambangan Kalisari di desakdesa Kalisari kecamatan Baureno.

Kang Zen dalam sebuah acara curah gagas budaya.
Tercatat ada 111 Desa yang dilalui Bengawan solo, dan itu artinya ada ratusan tambangan perahu, mengingat satu desa ada yang mempunyai lebih dari satu tambangan.
Keberadaan jembatan Sosrodilogo tak pelak menjadikan beberapa tambangan di sekitar jembatan berhenti beroperasi, tercatat ada 8 tambangan tidak beroperasi lagi.
Jika dirunut dalam sejarah Bengawan Solo, tambangan penyeberangan sudah ada ratusan tahun lalu, Bahkan lalu lintas transportasi melalui sungai terpanjang di Jawa ini pernah mengalami masa keemasan.
Dulu, lebar Bengawan hanya 50-60 meter, seiring berkembangan jaman, karena abrasi, erosi dan penambangan pasir liar menjadikan lebar Bengawan mencapai 200-300 meter, seperti yang kita liat saat ini.
Jika Tambangan adalah sebutan tempat untuk penyeberangan bengawan, Nambang adalah sebutan untuk orang-orang yang akan menyebrang Bengawan dengan naik perahu, terang Kang Zen.

Mohammad Ali
11 Juli 2020 at 2:15 pm
Dini hari sudah beroperasi.
Tukang prau juga nggak memasang tarif utk jasa yg diberikan 👍
Sing penting podo ikhlase.
Sebuah kearifan lokal yg patut dilestarikan
Ludvi Agus
13 Juli 2020 at 9:58 pm
Josss