Bojonegoro.com – Hari Kartini tanggal 21 April selalu diperingati oleh Instasi, Lembaga, dan organisasi, khususnya organisasi perempuan tujuan peringatan adalah mengenang jasa RA Kartini sebagai pelopor kebangkitan emansipasi wanita dan meneladani semangatnya.
Peringatan yang dilaksanakan setiap tahunnya tentu merupakan hal yang positif, karena generasi penerus perlu mengenang jasa Pahlawan Bangsa.
Namun lebih dari itu penting kiranya mengenal sosok Kartini lebih dalam agar mampu meneladani dengan tepat dengan harapan kita bisa mencontoh perjuangannya dengan mengaplikasikannya di masa kini.
Kartini lahir di Jepara pada tanggal 21 April 1874 dan meninggal pada tanggal 17 September 1904 pada usia 25 tahun, Raden Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat adalah nama asli pahlawan emansipasi ini, Kita mengenalnya dengan RA Kartini, ayahnya bernama Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat adalah Bupati Jepara.
Mungkin banyak dari kita yang sudah tahu dan hafal tentang Biodatanya, namun tidak sekedar itu, ternyata masih banyak cerita sejarah yang menarik yang belum banyak orang tahu, Kartini adalah pemeluk agama Islam yang taat dan seorang santriwati murid dari kyai Kiai Sholeh Darat Seorang kyai asal Desa Darat, kendal, Jawa Tengah, yang juga guru dari Kyai besar seperti KH Hasyim Asy’ari Pendiri NU dan Kakek Dari Gus Dur, Wahab Hasbullah pendiri pondok pesantren Tambak Beras Jombang, KH Bisri Syamsuri pendiri pondok pesantren Denanyar Jombang, dan masih banyak lagi kyai besar murid dari Kyai Soleh Darat.
RA Kartini belajar mengaji pada Kyai Soleh Darat, yang pada masa itu mengisi kajian rutinan di Kadipaten Jepara, Suatu ketika RA Kartini mengikuti pengajian yang diberikan oleh Kyai Sholeh Darat di pendopo rumah Bupati Demak Pangeran Ario Hadiningrat yang juga merupakan pamannya.
Pada pengajian tersebut, Kartini yang mempunyai pemikiran kritis dari kecil menyampaikan kegundahannya kepada Kyai Sholeh Darat, bahwa dia dan masyarakat jawa pada umumnya selama ini belajar mengaji hanya membaca dan menghafalkan Al-Quran tanpa mengetahui maknanya.
Kegundahan Kartini itulah yang menggugah kesadaran Kyai Sholeh untuk melakukan pekerjaan besar, yaitu menerjemahkan Al Quran ke dalam Bahasa Jawa.
Saat itulah Kiai Sholeh Darat memutuskan untuk melanggar aturan Belanda saat itu yang tidak mengijinkan penerjemahan Al Qur’an ke dalam bahasa Jawa.
Supaya tidak mencolok, agar tidak diketahui oleh Kolonial Belanda, Kyai Sholeh Darat melakukan cara dengan menyamarkan terjemahan Al-Quran dalam bahasa Jawa dengan penuliskannya tetap menggunakan alfabet arab, yang kita kenal dengan arab pegon, karya Kyai Soleh Darat ini sangat membantu orang Jawa pada waktu itu dalam memahami al Quran dan hingga saat ini masih digunakan dibanyak pesantren salaf di Indonesia.
Kitab tafsir dan terjemahan Qur’an karya Kyai Soleh Darat diberi nama “Kitab Faidhur-Rohman” tidak lepas dari peran pemikiran progresif dari RA Kartini, dan kitab itu merupakan tafsir pertama di Nusantara dalam bahasa Jawa dengan aksara Arab. Kitab itu juga yang dihadiahkan kyai Soleh Darat kepada RA Kartini sebagai hadiah perkawinannya.

Makam RA Kartini di Rembang Jawa Tengah.
Melalui terjemahan Mbah Sholeh Darat itulah RA Kartini menemukan salah satu tafsir ayat yang menggugah hati RA Kartini dan senantiasa diulang-ulangnya dalam berbagai suratnya kepada sahabat penanya di Belanda, yaitu surat Al Baqarah ayat 257.
“Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman).”
Kalimat: مِّنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ (minazhzhulumaati ilannuur) dalam ayat tersebut dalam bahasa Belanda adalah : “Door Duisternis Toot Licht” berarti dari kegelapan menuju cahaya.
Oleh Armiin Pane ungkapan itu diterjemahkan menjadi “Habis Gelap Terbitlah Terang,” yang menjadi judul untuk buku kumpulan surat menyurat RA Kartini.
Melihat, mencerna dan meresapi perjalanan spiritual dan sejarahnya, Seyogyanya peringatan hari Kartini tidak hanya sebatas pada seremonial belaka, masih banyak yang bisa kita gali dari RA Kartini, semangatnya, jalan pemikirannya, idealismenya, dan kontribusinya terhadap dunia pesantren, bahkan kayu ukir di Jepara tak luput dari perannya,konon dari beliau Ukiran Jepara berkembang dan menjadi komoditas ekspor ke Belanda hingga sekarang.
SELAMAT HARI KARTINI.
(Tulisan diambil dari banyak sumber)
